February 6, 2011

MenYaHut seRuaN (s!R! 1)

Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,


"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNyalah kamu akan dikumpulkan." (QS Al Anfaal : 24)


Dakwah dan jihad adalah dua perkataan yang selamanya pasti wujud dan terpatri dalam diri seorang Muslim yang berazam untuk mendapatkan ‘al-manzilah al-‘ulya’ (kedudukan tinggi) di sisi Allah swt.
Setiap mukmin yang memahami dan menghayati hakikat kehidupan pasti akan menempuh jalan kebahagiaan abadi di sisi Allah swt. Ia akan mendekati, berlari dan terbang menuju keridhaanNya sebagai menyahut seruan Allah swt dalam Al Qur’an :


“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS Az-Zaariyaat : 50)


Setiap mukmin yang di dalam relung hatinya terhunjam keyakinan bahwa kematian itu suatu kepastian yang cuma berlaku sekali sahaja dalam kehidupannya, maka ia akan memilih seni kematian yang paling mulia di sisi Allah swt.
Imam Hasan Al-Banna rahimahullah mengungkapkan di dalam ‘Risalah Jihad’ bahwa :


“Umat yang dapat memilih seni kematian dan memahami bagaimana mencapai kematian yang mulia, maka pasti Allah berikan kepada mereka kemuliaan hidup di dunia dan kenikmatan abadi di akhirat.”


Adakah jalan yang lebih mulia dan dapat membawa kita menuju puncak kebahagiaan selain jalan dakwah yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw dan yang beliau nyatakan menjadi jalan pengikutnya?
Firman Allah swt :


“Katakanlah, “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang musyrik.” (QS Yusuf : 108)


Adakah kematian yang lebih terpuji di sisiNya yang sentiasa didambakan oleh hamba-hamba yang beriman sejak dahulu hingga hari kiamat selain mati dalam jihad fii sabiililllah?
Firman Allah swt :


“Apakah (orang-orang yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi darjatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS At-Taubah : 19-20)


Tidak ada sesuatu yang telah membuat lisan orang-orang mukmin menyebut dan mendoakan Abu Bakar, Umar, Uthman, Ali, Thalhah, Zubair dan Khalid bin Walid radiyallahuanhum atau tokoh-tokoh seperti Salahuddin Al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad dan Muzhaffar Quthuz selain jihad fii sabilillah.
Tidak ada yang telah membuatkan usia para sahabat dan para ulama sekaliber Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’ie dan Imam Ahmad seolah-olah terus memanjang hingga akhir zaman kecuali dakwah yang mereka lakukan.
Kehidupan mereka menjadi amat bererti dan berharga kerana mereka sentiasa bersiap sedia menyambut seruan Allah dan RasulNya.

Namun sifat sentiasa bersiap sedia itu bukanlah sesuatu yang muncul begitu sahaja, bahkan ia adalah buah dari :
Keimanan kepada Allah sebagai Pemberi dan Pencipta kehidupan.
Keimanan kukuh kepada hari akhirat di mana kehidupan dan kebahagiaan hakiki wujud.
Kesediaan itu lahir dari hati yang tidak lalai dari hakikat ini berkat taufiq dan pemeliharaan rabbaniyah.

Oleh sebab itu, Allah swt berfirman :


“…dan ketahuilah bahwa Allah membatasi antara seseorang dengan hatinya, dan ketahuilah bahwa hanya kepadaNya kamu akan dikumpulkan (di mahsyar).”


Maka kita patut bertanya dan membuat penilaian terhadap diri kita.
Seberapa kuatkah hakikat kehidupan abadi di akhirat telah tertanam dalam hati kita sehingga kita berhak mendapatkan pemeliharaan rabbaniyyah tersebut yang menjadikan ‘ruhul istijabah’(jiwa yang responsif terhadap seruan Allah) menjadi ciri khusus dalam diri kita?
Seberapa kuatkah hakikat ini mewarnai atau mencelupi diri dan perilaku kita sehingga segala risiko duniawi dalam dakwah dan ‘jihad fi sabililillah’ menjadi kecil di mata kita?



Kekuatan inilah yang menyebabkan Anas bin An Nadhar ra (bapa saudara Anas bin Malik ra) memberikan tindakbalas secara spontan kepada Saad bin Muadz ra tatkala pasukan muslimin terdesak oleh musyrikin di perang Uhud dengan ucapannya :
“Ya Saad! Syurga…syurga… aku mencium baunya di bawah bukit Uhud.”
Kemudian beliau maju menjemput syahid hingga jenazahnya tidak dapat dikenali kecuali oleh saudara perempuannya melalui jari tangannya. (Muttafaq ‘alaih – Riyadhus shalihin di bawah tajuk Kitab Al-Jihad)



Perkara itu pula yang menjadikan Hanzhalah yang diberi jolokan ‘Ghasiil Al-Malaaikah’ (Orang yang dimandikan oleh Malaikat) segera menyahut panggilan jihad meskipun ia baru menikmati malam pengantin baru dan belum sempat mandi hadas besar.


Perhatikan pula tindakbalas ‘Umair Ibn Al-Humam ra tatkala beliau mendengar sabda Rasulullah saw :
“Bangkitlah menuju syurga yang luasnya seluas langit dan bumi.”
Beliau mengucapkan kata-kata “bakh-bakh” (ungkapan takjub terhadap kebaikan dan pahala) semata-mata kerana ingin menjadi penghuni syurga, lalu segera membuang beberapa biji kurma yang sedang dikunyahnya sambil berkata :
“Jika aku hidup sampai selesai memakan kurma ini, oh! betapa lamanya (menanti syurga).”
Lalu beliau maju hingga gugur di perang Badar. (HR Muslim dalam Riyadhus Shalihin di bawah tajuk Kitab Al-Jihad)



Begitu pula apa yang ditunjukkan oleh Imam Hasan Al-Banna yang berangkat menunaikan tugas dakwah meskipun anaknya sedang terbaring sakit. Beliau meyakini bahwa setelah usahanya yang bersungguh-sungguh untuk mengubati putranya, Allah swt yang diharapkan ridhaNya dalam menunaikan tugas dakwahnya, tidak pernah akan mengecewakan dirinya.


Ruh menyahut seruan Allah juga muncul kerana kefahaman kita tentang permasaalahan ummah dan rasa tanggung jawab kita untuk mencari jalan penyelesaiannya.

No comments:

Post a Comment